Dengan diberlakukannya otonomi daerah dimana setiap daerah mempunyai kewenangan untuk mengembangkan potensi daerah masing-masing sangat mendukung terciptanya ekonomi pedesaan yang berbasis agribisnis. Pengembangan usaha di sektor agribisnis memiliki basis yang kuat dalam menciptakan ketahanan ekonomi masyarakat. Hal ini didasari oleh beberapa alasan, diantaranya adalah :
- Sektor pertanian masih menampung sebagian besar tenaga kerja (75%) dan mempunyai basis yang kuat di tingkat masyarakat bawah. Sektor ini terbukti cukup bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang sangat berbengaruh terhadap sektor sekunder (industri) dan juga sektor tersier (jasa), yang membuat banyak dua sektor terakhir mengalami kebangkrutan dalam menghadapi krisis tersebut.
- Sektor agroindustri yang berkembang di daerah perkotaan adalah industri yang mendapat bahan baku utama dari sektor pertanian. Sehingga apabila sektor agroindustri tersebut diharapkan tetap terjaga kelangsungannya, maka sektor pertanianlah yang harus tetap mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkepentingan.
- Sektor pertanian sebagian besar berada di wilayah pedesaan dan mereka belum menikmati imbas dari kemajuam pembangunan yang sebagian besar terjadi di wilayah perkotaan. Padahal banyak industri kecil menengah berada di daerah pedesaan yang banyak belum mendapat perhatian cukup dari pemerintah.
Berbagai Keterbatasan Desa Dalam Mengembangkan Agribisnis
Usahatani pedesaan terpencil yang masih bersifat subsisten, skala kecil dan terpencar-pencar (tidak terintegrasi) sering menjadi permasalahan dalam pengembangan agribisnis di pedesaan. Hal ini menyebabkan tidak efisiennya transportasi dan pemasaran, serta sulit untuk mengakses teknologi, lembaga permodalan dan informasi pasar (lack of technology, capital, and market information), yang pada akhirnya menyebabkan agribisnis di desa tersebut tidak berkembang.
Di beberapa desa dengan potensi produksi komoditasnya yang sudah lebih berkembang (padi, kopi, coklat dsb), umumnya rantai pemasarannya dikuasai oleh tengkulak/pengumpul kecil yang tidak berpihak kepada petani, karena para tengkulak ini juga dikendalikan oleh pengumpul besar. Para trader ini juga tidak mau bertindak sebagai agen informasi pasar (bahkan pada beberapa kasus informasi pasar ditutup/dibiaskan), dan juga bukan sebagai agen transfer teknologi. Hal ini yang menyebabkan agribisnis di desa-desa yang walaupun tampaknya sudah lebih sejahtera tetapi tidak berkembang.
Model Inkubator Agribisnis
Model inkubator bisnis pernah diperkenalkan oleh Bpk I Nyoman Moena dkk, melalui ”Wadah Inkubator Muamalat” sebagai lembaga yang membantu UKM nasabah Bank Muamalat di awal berdirinya bank ini. Inkubator Agribisnis dapat dikembangkan dari pengalaman tersebut di atas, khususnya untuk sektor agribisnis sebagai lokomotif penghela ekonomi pedesaan.
Secara prinsip inkubator agribisnis adalah upaya inisiasi cikal bakal kegiatan agribisnis dan pendampingannya agar usaha yang masih belum bisa mandiri tersebut bisa survive dan berkembang. Cikal bakal agribisnis ini (sebut saja UD Pemasaran Mandiri/UD PM) harus mampu memasarkan semua jenis produk yang ada di desa tersebut, tanpa persyaratan mutu, kuantiti minimum atau persyaratan-persyaratan lain yang belum dipahami dan belum mampu dipenuhi oleh petani desa tersebut. Jika ada sekarung biji kopi basah kelas asalan, 5 ekor ayam kampung, 20 butir telur bebek, 3 ikat pete, 10 tandan berbagai jenis pisang, sekeranjang cabe merah dan sayur terong, semuanya harus dapat diangkut dan dipasarkan ke pasar terdekat. Petani mendapatkan penghasilan, pelaku usaha ini dapat menutup ongkos dan mendapatkan penghasilan, walaupun masih sedikit. Di hari yang lain mungkin ada hasil kerajinan bambu yang dibuat oleh keluarga tani berupa peralatan dapur, beberapa jenis kerupuk mentah berbahan dasar singkong atau rengginang, 2 ekor kambing, beberapa karung arang batok kelapa dsb, dsb.
Diharapkan jika ada pemasaran yang pasti atas hasil usahatani dan industri rumah tangga keluarga tani, maka para petani produsen dan keluarganya akan meningkatkan kapasitas dan mutu hasil usahataninya, sehingga skala usaha UD PM juga akan meningkat, demikian juga jaringan pemasarannya. UD PM juga dapat berfungsi sebagai agen informasi pasar dan transfer teknologi. Berbagai spesifikasi mutu dan jenis barang yang diinginkan pasar/konsumen dapat disampaikan kepada petani. Kontrak suplai dengan lembaga pemasaran/pembeli tertentu dapat diteruskan sebagai kontrak kemitraan dengan petani produsen. Berbagai teknologi seperti peralatan pertanian, berbagai benih/bibit unggul, pupuk, pestisida dan berbagai kebutuhan keluarga tani dapat disediakan oleh UD PM.
Untuk menginisiasi UD PM melalui model inkubator agribisnis diperlukan hal-hal sbb:
- Calon wirausaha agribisnis yang handal
- Sarana angkutan hasil bumi (kendaraan pick up)
- Modal usaha dan operasional
- Pelatihan dan pendampingan entrepreneurship.
Proyek percontohan inkubator agribisnis desa dapat dikelola pada tingkat kabupaten. Dipilih 5-6 desa sebagai percontohan, dengan karakteristik desa yang perekonomiannya masih belum berkembang. Dari setiap desa dipilih 2-3 orang yang masih enerjik, mau bekerja keras, bermoral dan mau mengembangkan desanya. Para calon entrepreneur ini dibekali dengan berbagai keterampilan seperti mengendarai kendaraan, pembukuan sederhana, etika perdagangan setempat dan pengenalan beberapa pasar lokal yang dapat dijangkau. Jika diperlukan dan memungkinkan para trainee dimagangkan di usaha-usaha sejenis yang ada di kabupaten tersebut. Seleksi dilakukan pada para calon entrepreneur, terutama atas dasar keyakinannya terhadap usaha agribisnis ini yang akan memberikan peluang usaha bagi dirinya dan mampu mengembangkan perekonomian desanya.
Dua-tiga entrepreneur dari tiap-tiap desa yang lolos seleksi membentuk ”UD PM”. Dan untuk masing-masing ”UD PM” diberi bantuan kredit mobil pick up bekas seharga +/- 50 jt, pinjaman tanpa bunga untuk modal kerja dan operasional sebesar +/- 20 jt, serta bimbingan dan pendampingan selama 6 bulan Diharapkan akan terbentuk usaha agribisnis yang akan menjadi lokomotif pengelola perkonomian desa.
Ilustrasi inkubator agribinis ini dapat dilihat pada beberapa mitra Moena Fresh Bali, seperti Bapak Sunarwadi atau lebih dikenal dengan Bapak Ajis. Beliau berasal dari Situbondo, Jawa Timur dan setiap tiga hari sekali datang membawa berbagai macam buah ke gudang distribusi Moena Fresh di Bali. Bapak Ajis tidak memiliki kebun sendiri, buah yang dibawanya adalah hasil dari petani-petani di daerahnya yang dikumpulkan sehingga dari perhitungan biaya memungkinkan untuk menutupi biaya transportasi dari Situbondo ke Bali serta keuntungan yang memadai. Berbagai jenis mangga, pisang dan srikaya dengan beragam mutu diangkut dalam mobil pick up sewaannya. Buah mutu prima di terima oleh pihak Moena Fresh, sementara buah mutu kedua dijual ke pedagang pasar di bali. Bahkan sebagian ditampung oleh suplier Moena Fresh lain yang memiliki kios di pasar-pasar lokal Denpasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar